Jumat, 29 Oktober 2010

Kala Surya Sunda


( Lanjutan KALA SUNDA. Oleh Ali Sastramidjaja )

Lingga adalah batu panjang yang diberdirikan secara kuat, agar tidak berubah posisinya. Dan untuk mengamankannya dijadikan benda sacral, sehingga tak ada yang menyentuhnya. Tiap tengah hari, bayangan lingga yang mengarah ke selatan atau ke utara diperhatikan, lalu diukur panjangnya dengan sebuah lidi. Lidi ini dipotong sama panjang dengan panjangnya bayangan lingga. Lalu direkatkan pada sebilah papan. Arah lidi disamakan dengan arah bayangan lingga. Esoknya dilakukan lagi, dan lidinya direkatkan di samping yang pertama. Pekerjaan ini dilakukan tiap hari.

Dimuali dengan bayangan lingga mengarah ke utara yang terpanjang. Tiap hari lidi itu makin pendek, sampai tak ada bayangan di utara atau di selatan artinya matahari berada tepat di atas lingga. Hari berikutnya bayangan mulai nampak di selatan. Tambah hari tambah panjang. Lalu hari-hari berikutnya bayangan lingga itu memendek hingga tak ada bayangan lagi. Selanjutnya arah bayangan ke utara lagi sampai panjangnya sama dengan yang terpanjang lagi. Pekerjaan tetap dilakukan, dan terus dikerjakan tiap tengah hari.

Setelah melekat 365 lidi pada papan, terlihat bentuk bayangan harian selama 365 hari, ialah merupakan bentuk garis sinusiode. Bila dilanjutkan akan berbentuk gelombang. Sebuah gelombang baru terbentuk setelah 365 hari, atau sama dengan bumi mengelilingi matahari satu kali. Waktu yang sekian lama itu disebut satu tahun. Karena mengelilingi matahari atau surya maka disebut satu tahun surya.

Penelitian dilakukan berulang-ulang, sampai akhirnya dapat diputuskan :
Aturan pertama :

Rabu, 27 Oktober 2010

# Sebelum mengenal kalender

(Lanjutan KALA SUNDA, Oleh : Ali Sastramidjaja)

Dulu, sebelum mengenal kalender, manusia mengenal peristiwa alam yang berlalu secara rutin atau berkala. Tiap hari ada perubahan siang ke malam lalu siang lagi dst. Maka timbul istilah hari ini, sekarang atau kini, kemarin, besok, lusa, kemarin dulu. Bila memperhatikan bulan, orang menyaksikan bulan purnama, bulan gelap. Maka perhatian pada waktu mulai timbul. Dilakukan berbagai penelitian.

Kejadian dalam sehari :
Bahasa Indonesia               |Jam                / Bahasa Sunda
Matahari terbit,awal hari        | 06.00               /Meleték panon poé
Pagi-pagi                              | 06.00-07.00    /Isuk-isuk, énjing-énjing
Siang                                    | 06.00-18.00    /Siang, beurang
Embun berjatuhan                 | 07.00-08.00    /Murag ciibun
Hangat berjemur                   | 08.00-09.00    /Haneut moyan
Merangsang                          | 09.00-11.00    /Rumangsang
“Pecat-sawed”                      | 11.00              /Pecat-sawed
Tengah hari                           | 12.00              /Tengahpoé,tangangé,manceran
“Lingsir”                                | 13.00-14.00    /Lingsir, ménggok, méngok
Sore                                      | 14.00-18.00    /Soré, sonten
Tunggang-gunung                   | 16.00-17.00   /Tunggang-gunung
Lalat akan istirahat                 | 16.30              /Ngampih laleur
Sariak-layung                         | 17.00              /Sariak-layung
“Burit”                                   | 17.00-18.00    /Burit
Sandekala                              | 17.30-18.30    /Sandékala, sanékala
Matahari tenggelam                | 18.00               /Sareupna
Wajah tak jelas                      | 18.30-19.00    /Harieum beungeut
Malam                                   | 18.00-06.00    /Peuting, wengi
Istirahat anak                          | 20.00              /Sareureuh budak
Istirahat orang tua                   | 21.00              /Sareureuh kolot
Tengah malam                        | 24.00-00.00    /Tengah peuting,tengah wengi
“Janari”                                  | 00.00-04.00    /Janari
Ayam berkokok                     | 02.00-04.00    /Kongkorongok hayam
Rorongkeng berbunyi              | 04.00              /Disada rorongkeng
Balelat, halilawar                     | 05.00              /Balélat, balébat, halilawar
“Carangcang tiang”                 | 05.30               /Carangcang tihang

“KALENDER SUNDA” Part I


“KALENDER SUNDA”
Oleh : Ali Sastramidjaja

*Pendahuluan
Sebelum kita mulai menerangkan yang lainnya, mulai tahun 2007, kita diperkenalkan pada data yang sangat baru, ialah bahwa “Ki Sunda” sudah berbudaya dan membudayakan dunia. Hal ini diperoleh ketika UNPAR(Univ. Parahyangan) mengadakan seminar dan mengundang Win van Binsbergen untuk menerangkan “Introduction to the Sunda thesis”. (Lebih lengkap dapat dilihat dalam internet dengan judul “Sundaland”).
Selain itu Ir.C.J.Snijders menulis dalam bukunya yang berjudul “Beginselen der Astrologie” mengenai “Pawukon”. Dikatakannya bahwa Pawukon itu sudah ada 17183 tahun yang lalu. (Pawukon ialah Pa-wuku-an. Ada 30 wuku dalam pawukon).
Dengan data-data di atas, penulis menghitung awal penanggalan Sunda, sebab pawukon adalah bagian dari kalender. Karena penulis sudah mempelajari kalender Sunda, maka tak lama dapat menemukan tanggal awal kalender Sunda. Yaitu:
Kala Surya Sunda Tembey, diawali tanggal 01 Kasa 00001, jatuh pada hari Respati(Kamis), pasar Pon(Sunda).
Kala Candra Sunda Tembey, diawali tanggal 01 suklapaksa Kartika 00001,jatuh pada hari Radite(Minggu), pasar Manis(Sunda) dan bersamaan dengan Kala Surya Sunda Tembey tanggal 28 Hapitlemah 00108+. (+ ialah tahun panjang atau tahun kabisat).

Kemudian ketika India berkuasa di Asia Selatan, Sunda pun dikusainya dan kalender pun dirobah. Tanggal 01-01-15317 kala surya Sunda tembey diganti dengan 01-01-0001 Saka, bersamaan dengan 07 kresnapaksa Srawana 15678 kala candra Sunda tembey. Kala candra pun dirobah, tanggal 01suklapaksa Kartika 15721 diganti dengan 01 suklapaksa Kartika 0001 Caka. Kalender inilah yang terdapat dalam tulisan kuno (lontar, batu, daluwang, dll), hingga ada kalender Mataram, yang menggantikan Kala sunda.
Sejak itu kala Sunda dilupakan dan akhirnya hamper lenyap. Baru tahun 1983, kala Sunda mulai dipelajari dan selesai tahun 1991. Agar penelitian ini diakui, lalu diminta hak cipta. Mendapat hak cipta No.005100 tahun 1992 Direktorat Jendral Hak Cipta Paten & Merk. Kalender Sunda diperkenalkan melalui diskusi, ceramah, seminar, Konferensi Internasional Budaya Sunda. Dan baru dibuat kalender pertama tahun 2005. Mudah-mudahan mulai tahun 2008, dapat diselenggarakan kursus kalender Sunda, agar yang memahami kalender Sunda bertambah.

Sekilas Kalender Sunda


Kalender Sunda

Seorang budayawan Sunda, Ali Sastramidjaja (Abah Ali), pada awal tahun 2005 memperkenalkan Kala Sunda, kalender lunar Sunda yang memulai perhitungan sejak tahun 122 Masehi. Sistem perhitungan Kala Sunda persis sama seperti Hijriyah-Jawa. Dalam sewindu ada tiga tahun kabisat, sehingga jika misalnya awal windu (indung poé) Ahad Manis, maka awal windu selanjutnya Ahad Manis juga. Setiap 120 tahun satu hari dihilangkan, sehingga indung poé bergeser dari Ahad Manis menjadi Sabtu Kliwon, kemudian pada gilirannya menjadi Jumat Wage, dan seterusnya.

Nama-nama bulan (Kartika, Margasira, Posya, Maga, Palguna, Setra, Wesaka, Yesta, Asada, Srawana, Badra, Asuji), nama-nama hari (Radite, Soma, Anggara, Buda, Respati, Sukra, Tumpek), serta pembagian bulan menjadi suklapaksa dan kresnapaksa sehingga tidak ada tanggal 16. Tetapi berbeda dengan kalender Saka, Kala Sunda menetapkan tanggal satu saat bulan berwujud setengah lingkaran. Istilah Sansekerta suklapaksa (parocaang), yang pada kalender Saka berarti “separo bulan (half-month) sampai purnama”, pada Kala Sunda mempunyai arti lain yaitu “bulan terlihat separo (half-moon)”. Perbedaan lain: Kartika, bulan ke-8 kalender Saka, menjadi bulan pertama dalam Kala Sunda.

Hari-hari pasaran (pancawara) dalam Kala Sunda berselisih dua hari dengan kalender Jawa, misalnya Manis (Legi) dalam kalender Jawa menjadi Pon dalam Kala Sunda. Jika dalam kalender Jawa tahun dalam sewindu ditandai menurut numerologi huruf Arab (Alif-Ba-Jim-Dal-Ha-Waw-Zai), dalam Kala Sunda ditandai dengan nama hewan: Kebo (1), Keuyeup (2), Hurang (3), Embé (4), Monyét (5), Cacing (6), dan Kalabang (7).

Sekarang merupakan tunggul taun ke-17, periode 1921-2040 Kala Sunda (1985-2102 Masehi), di mana indung poé (1 Suklapaksa bulan Kartika) pada tahun pertama setiap windunya selalu jatuh pada hari Tumpek (Sabtu) Kaliwon. Kini kita berada dalam Tahun Monyét 1946 candra Kala Sunda yang dimulai pada tanggal 25 November 2009.

Tahun baru (pabaru) Candra Kala Sunda untuk satu windu mendatang adalah sebagai berikut :
1947    Hurang             = Senin 15 November 2010
1948    Kalabang         = Jumat 4 November 2011
1949    Embé               = Selasa 23 Oktober 2012
1950    Keuyeup          = Ahad 13 Oktober 2013
1951    Cacing             = Kamis 2 Oktober 2014
1952    Hurang             = Senin 21 September 2015

Sebentar lagi kita akan memasuki tahun 1947 Candra Kala Sunda. Saya sedang siapkan kalender candra Kala Sunda tahun 1947, mudah-mudahan bisa segera di publish di sini. Jadibuat agan-agan yang mungkin tertarik dengan kala Sunda, ntar boleh ambil di sini. Dalam kalender candra kala ini juga saya udah masukin tanggalan masehinya plus tanggalan surya kala Sunda.

Jumat, 01 Oktober 2010

“BARISAN NISAN”


“BARISAN NISAN”
By. Homicide

Matahari terlalu pagi mengkhianati
Pena terlalu cepat terbakar
Kemungkinan terbesar sekarang adalah memperbesar kemungkinan
pada ruang ketidak-mungkinan
Sehingga setiap orang yang kami temui tak menemukan lagi satu pun
sudut kemungkinan untuk berkata “Tidak mungkin”
tanpa darah mereka mengering
Sebelum mata pena berkarat menolak kembali terisi
Sebelum semua paru disesaki tragedi
dan pengulangan menemukan maknanya sendiri
dalam pasar dan semerbak deodorant
atau mungkin dalam limbah dan kotoran
atau mungkin dalam seragam sederetan nisan
atau mungkin dalam pembebasan ala monitor 14 inci
yang menawarkan hasrat pembangkangan ala Levi’s dan Nokia
atau dalam 666 halaman hikayat para bigot dan despot
yang menari ketika jelaga zarkot berangsur menjadi kepulan hitam
berselubung Michael Jordan di pojokan pabrik-pabrik ma’lun para
produsen kerak neraka berlapis statistik
Pembenaran teatrikal super-mall
Opera sabun panitia penyusun undang-undang pemilu
yang mencoba membanyol tentang kekonyolan demokrasi
yang rapi berdasi menopengi mutilasi pembebasan dengan sengkarut argumen basi
tentang bagaimana menyamankan posisi pembiasaan diri di hadapan seonggok tinja
para sosok pembaharu dunia bernama PASAR BEBAS dan perdagangan yang adil
untuk kemudian memperlakukan hidup seperti AKABRI dan dikebiri matahari
terlalu pagi mengkhianati
dan heroisme berganti nama menjadi C-4, Sukhoi dan fiksi berpagar konstitusi
menjenguk setiap pesakitan dengan upeti bunga pusara dari makam pahlawan tetangga
bernama Arjuna dan Manusia Laba-laba
pahlawan dari Cobain hingga Visius
dari berhala hingga anonimous bernama Burung Garuda Pancasila
yang menampakkan diri pada hari setiap situs menjadi sepejal bebatuan yang melayang
pada poros yang sejajar dengan tameng dan pelindung wajah para penjaga makam Firaun berkhakis
yang muncul 24 jam matahari dan gulita bertukar posisi setiap pojokan
bahkan di kakus umum dan selokan mencari target konsumen dan homogenisasi kelayakan
Maka setiap angka menjadi maka dan makna
ketika kita disuguhi setiap statistik dan moncong senjata dengan ribuan unit SSK
untuk menjaga stabilitas bagi mereka yang akan dinetralisir karena menolak membuang buku Panton sebagai panduan kebenaran
Sejak hitam dan putih hanya berlaku di hadapan mata sinar xerox
menolak terasuki setan dan tuhan yang mewujud dalam ocehan pencerahan kanon-kanon
degungan Big Mac dan es krim cone yang berseru,
“Beli! Beli! Beli! Konsumsi, konsumsi kami sehingga kalian dapat berpartisipasi dalam usaha para anak negeri yang berjibaku untuk naik haji!”
Oh… betapa menariknya dunia yang sudah pasti
menjamin semua nyawa dan pluralitas dengan lembaran kontrak asuransi
dengan janji pahala bertubi
dengan janji akumulasi nilai lebih, bursa saham
dan dengan semantik-semantik kekuasaan yang hanya berarti dalam kala
ketika periode berkala para representatif di gedung parlemen memulai tawar-menawar jatah kursi
dan kekuatan hanya berlaku paska konsumsi cairan suplemen, tonik dan para biggot bertemu kawanan
dan cinta hanya akan berlabuh setelah melewati sederatan birokrasi ideologi berwarna merah, hijau, hitam, kuning, biru, merah, putih dan biru
dan merah
dan putih
Oh betapa indahnya dunia yang berkalang fajar poin-poin NAFTA
sehingga pion-pion negara yang berkubang di belakang pembenaran stabilisasi nasional
menemukan pembenaran evolusi mereka dengan berpetakan saluran-saluran pencerahan
para rock-stars yang lelah berkeluh-kesah
kala peluh mengering kasat di hadapan pasanggiri lalat telat pasar
dan kilauan refleksi etalase dan display berhala-berhala
berskala lebih taghut dari ampas neraka diantara robekan surat rekomendasi negara donor
perancang undang-undang dan fakta-fakta anti-teror
para arsitek bahasa penaklukan para pengagung kebebasan
kebebasan yang hanya berlaku di hadapan layar flatron kemajemukan ponsel demokrasi kotak suara dan pluralisme gedung rubuh
Oh betapa agungnya dunia di hadapan barisan nisan yang dikebiri matahari
dan terlalu pagi mengkhianati

Maka jangan izinkan aku untuk mati terlalu dini
wahai rotasi CD dan seperangkat boombox ringkih
jangan izinkan aku mendisiplinkan diri ke dalam barisan
wahai bentangan seluloid dan narasi
dan demi perpanjangan tangan remah di mulutmu anakku,
jangan izinkan aku terlelap menjagai setiap sisa pembuluh hasrat yang kumiliki hari ini
demi setiap huruf pada setiap fabel yang kututurkan padamu sebelum tidur, Zahraku, mentariku!
Jangan sedetik pun izinkan aku berhenti menziarahi setiap makam tanpa pedang-pedang kalam terhunus
lelap tertidur tanpa satu mata membuta tanpa pagi berhenti mensponsori keinginan berbisa
tanpa di lengan kanan-kiriku adalah matahari dan rembulan
bintang dan sabit
palu dan arit
bumi dan langit
lautan dan parit
dan sayap dan rakit
sehingga seluruh paruku sesak merakit setiap pasak-pasak kemungkinan terbesar
memperbesar setiap kemungkinan pada ruang ketidak-mungkinan
sehingga setiap orang yang kami temui tak menemukan lagi satu pun sudut kemungkinan
untuk berkata, “Tidak mungkin”
tanpa darah mereka mengering
sebelum mata pena berkarat dan menolak kembali terisi
Matahari tak mungkin lagi mengebiri pagi untuk mengkhianati..

“Siti Jenar Cypher Drive”


“Siti Jenar Cypher Drive”
      By : Homicide

      Aku katakan kepada kalian sabda batu kepada api
      Bahwa di atas langit masih terdapat lapisan langit
      Bahwa di atas langit masih terdapat berlapis surga tak berujung lapis
      Sehingga semua makna hirarki langit hanyalah persepsi muka bumi

      Aku katakan sabda batu kepada api
      Di bawah tanah masih terdapat dataran tak berpijak
      Di bawah tanah masih terdapat berlapis–lapis kerak neraka
      Sehingga siapapun yang mengklaim dirinya pemimpin bumi adalah pendusta

      Aku katakan kepada kalian sabda batu kepada api
      Perihal bentangan kalam puputan yang lahir pasca rubuhnya dua menara
      Pasca sebuah akhir zaman yang mengawali pancaroba tanah dan angkasa
      Kala semua ujung senjakala pembangkangan ini bermuara

      Aku katakan sebuah sabda raja batu kepada lidah-lidah api
      Bahwa ada adalah tiada dan kekosongan itu bernyawa
      Bahwa ketidakberujungan semesta adalah kehampaan bernyala
      Bagi mereka yang bernazar hidup tanpa hamba dan paduka

      Aku katakan sabda batu kepada api
      Perihal makna wahdatul wujud mengusung kebesaran nama semesta
      Dimana pada setiap hembusan nafas, kami bersenyawa
      Kami yang tak memiliki apapun, tak juga surga, tak juga neraka

      Kami yang tak memiliki apapun, tak juga surga, tak juga neraka
      Kami pula yang dapat menghadirkan keduanya bersenyawa di atas surga dunia
      Tak ada tuan, tak ada hamba
      Kehampaan ini bernyawa

      Aku katakan kepada kalian sabda batu kepada api
      Perihal riwayat hidup yang menggenang dibawah bendera klaim kebenaran
      Perihal jemaat yang merasa jumawa saat merasa
      Memiliki jejak riwayat kuasa yang meminta patuh semua nyawa

      Aku katakan kepada kalian kutukan batu kepada api
      Perihal sebuah kuasa yang berfana taklid pada kebenaran ala massifikasi
      Perihal tuhan jejadian kontra kehidupan perihal datangnya kala
      Mereka yang telah keluar dari sarang-sarang mereka
      Dari pintu-pintu pabrik
      Dari gerbang-gerbang korporasi
      Dari jendela gedung-gedung parlemen
      Mendatangi pintu-pintu rumah kalian
      Menumbalkan semua masa depan keturunan kalian

      Perihal tuhan jejadian kontra kehidupan perihal datangnya kala
      Mereka yang keluar dari sarang-sarang mereka

      Aku katakan kepada kalian sabda batu kepada api
      Bahwa di atas langit sana masih terdapat berlapis surga tak berujung lapis
      Sehingga semua makna hirarki langit hanyalah persepsi muka bumi
      Sehingga siapapun yang mengklaim dirinya pemimpin bumi adalah pendusta

      Aku katakan kepada kalian sabda batu kepada api
      Semua ujung senjakala pembangkangan ini bermuara
      Pasca sebuah akhir zaman yang mengawali pancaroba tanah dan angkasa
      Sabda batu kepada api
      Api kepada kaki kaki langit

      Manunggaling kawula gusti mengusung Anok
      Tanah ini berbisik perihal suaka pada kekosongan strata
      Tak ada tuan, tak ada hamba
      Ada adalah tiada, dan kehampaan ini bernyawa

“Membaca Gejala Dari Jelaga”


“Membaca Gejala Dari Jelaga”
      By : Homicide

      Matahari terlalu pagi mengkhianati
      Pena terlalu cepat terbakar
      Kemungkinan terbesar sekarang, memperbesar kemungkinan pada ruang ketidakmungkinan
      Sehingga setiap orang yang kami temui tak menemukan lagi satupun sudut kemungkinan untuk kemungkinan untuk berkata tidak mungkin
      Tanpa darah mereka mengering
      Sebelum mata pena berkarat dan menolak kembali terisi

      Sebelum semua paru disesaki tragedi dan pengulangan menemukan maknanya sendiri dalam pasar dan semerbak deodoran
      Atau mungkin dalam limbah dan kotoran
      Atau mungkin dalam seragam sederetan nisan

      Kita pernah bernazar
      Untuk menantang awan
      Menantang langit dengan kalam-kalam terhunus
      Hingga hari-hari penghabisan
      Tanpa pretense apapun untuk mengharapkan surga dan neraka
      Di atas semua…

      Kita berangkat dengan rima dan kopi secawan
      Berkawan dengan bentangan kalam yang menantang awan
      Kita menggalang pijakan dari hulu waktu yang membidani zaman
      Dimana microphone digenggam dengan hasrat menggantang ancaman
      Mengkafani kawanan serupa lalat dari pusat pembuangan sampah
      Menyisakan potongan kalimat profane berceceran
      Bernazar membuat tiran berjatuhan dengan luka sayat dari medan puputan
      Kita tantang kutukan, kita kutuk pantangan
      Sehingga setiap angan paralel dengan surga-neraka dan dalil langitan
      Serupa komando yang keluar dari mabes hingga koramil
      Serupa toxin yang berselancar pada darah sebelum maut menjemput Munir
      Menyisir petaka yang membiarkan mereka menggadaikan pasir
      Pada pantai, pada bumi, yang penuhi oleh barcode dan kasir
      Yang menghibahkan filsafat pada vampire
      Pada mereka yang melabeli setiap oponen dengan stempel kafir
      Pada mereka yang datang pada malam terkelam
      Saat cahaya hanya datang dari belukar di tengah makam
      Kita pernah sisakan harapan yang esok siap cor menjadi belati
      Pikulan beban yang serupa pitam yang kembali berhitung dengan mentari

      Dengan tangisan bayi yang mengajarkan kembali bagaimana menari
      Bagaimana mengingat janji dan mengepalkan jemari
      Bagaimana seharusnya hari-hari berbagi api
      Bagaimana menyulutnya pada nadi dan mengumpulkan nyali
      Dan semua darah bertagih telah kita bayar lunas
      Sejak kalimat angkara kita terlanjur menjadi lampiran kajian Lemhanas
      Kau dan aku tahu pahlawan tidak lagi datang dari kurusetra
      Namun dalam bentuk dominasi mie instant di tengah bencana
      Sejak tanah basah ini menagih janji mata yang dibayar mata
      Sejak mata sungai menagih suara mereka yang hilang di ujung desa
      Sejak kebebasan hanya berarti di hadapan kotak suara
      Sejak para ekonom memperlakukan nasib serupa statistik ramalan cuaca
      Telah khatam kita baca semua analisa semua neraca
      Semua melihat tai kucing yang membenarkan semua prasangka
      Kita belajar membaca gejala dari jelaga
      Pada malam-malam terhunus dan waras-waras kita terjaga
      Memaksa tidur dengan satu kelopak mata terbuka
      Menahan pitam tanpa riak serupa telaga
      Serupa hasrat yang dipertahankan setengah mati tetap menyala
      Pada setengah hidup kita mengalir mencari muara
      Serupa udara
      Membutuhkan amis darah agar sirine tetap mengalun
      Agar waras diingatkan wabah yang akut menahun
      Tentang pagut yang santun
      Yang memusuhi pantun
      Yang membakar habis hasratmu setelah dipaksa dipasung
      Mungkin kau akan ingat tentang petaka yang dalam hitungan kurun
      Waktu singkat berubah menjadi rahmat
      Merubah alam alam bawah sadar hingga terbiasa dengan mayat
      Sekarang mengubahmu kasat di depan deretan kalimat
      Bergabung dengan para mata yang terang bersama pekat

      Serupa kepastian, serupa asuransi
      Serupa janji yang memprediksi dimana kau suatu hari nanti dengan pasti
      Sehingga semua pertanyaan kau tinggal mati
      Sehingga rimaku hari ini dan terompet israfil dapat bertukar posisi
      Dan menantang mentari